Takengon – zkanews.com|Kasus dugaan pemukulan yang melibatkan pelajar SMP Negeri 33 Takengon, Kecamatan Celala, Kabupaten Aceh Tengah, resmi diselesaikan secara kekeluargaan. Kesepakatan damai tersebut ditandatangani pada Senin, 10 November 2025 di hadapan pihak sekolah, komite, dan pemerintah kampung setempat.
Dalam perjanjian tertulis tersebut, pihak wali dari pelajar terlapor (pihak pertama) yang terdiri dari:
Abdul Salim (Wali dari Insan)
Sopian (Wali dari Daffa)
Hairun (Wali dari Faisal)
Mengakui telah terjadi tindakan pemukulan berlebihan yang dilakukan oleh anak mereka.
Sementara itu, pihak wali korban (pihak kedua) terdiri dari:
Syofiyan (Wali dari Lutfli Hadi)
Sukri (Wali dari Mustakim)
kedua pihak setuju menyelesaikan persoalan tanpa melibatkan jalur hukum, dengan mempertimbangkan kebaikan bersama dan keberlanjutan pendidikan anak.
Saksi dan Pihak yang Mengetahui:
Islamuddin – Kepala SMPN 33 Takengon
Hajiman – Ketua Komite SMPN 33
Wali Kelas siswa yang terlibat juga turut hadir dan mengetahui proses penyelesaian kasus tersebut. (Nama wali kelas dapat ditambahkan apabila disampaikan oleh pihak sekolah/anda)
Reje Kuyun
Reje Kuyun Toa: Saidi
Reje Kuyun Uken (ditandatangani resmi sesuai dokumen kesepakatan)
Pihak pertama mengakui kesalahan atas tindakan pemukulan yang dilakukan oleh anak-anak mereka.
Pihak pertama berkomitmen, apabila kejadian serupa terulang kembali atau anak kembali melakukan tindakan kekerasan terhadap pelajar lain, maka pihak wali bersedia menarik anak dari SMPN 33 Takengon.
Pelajar pelaku tetap diperbolehkan mengikuti proses belajar, namun dikenakan sanksi skorsing selama 1 (satu) minggu, sesuai ketentuan tata tertib sekolah.
Pihak kedua sepakat tidak melanjutkan persoalan ini ke ranah hukum dan menerima penyelesaian secara damai.
Kepala SMPN 33 Takengon, Islamuddin, menyampaikan bahwa solusi ini dipilih untuk memastikan keberlanjutan pendidikan dan pembinaan karakter siswa.
“Yang kita jaga adalah masa depan anak-anak. Kesepakatan damai ini bukan untuk menutup persoalan, tetapi menjadi pembelajaran agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali,” ujarnya.
Penyelesaian ini diharapkan menjadi contoh penyelesaian masalah secara musyawarah di tingkat sekolah, dengan tetap menjunjung tinggi etika pendidikan dan pembinaan karakter pelajar.












